Pernah ngga kalian mengalami kejadian,dimana apa yang pernah kalian mimpikan saat tidur menjadi kenyataan?. Kalo pernah, itu tandanya kalian udah mengalami yang namanya Precognitive Dream, dimana mimpi yang kita alami sebenarnya adalah sebuah informasi tentang apa yang akan terjadi nantinya.
Mimpi ini memiliki sifat meramalkan,seperti halnya Jucelino Nobrega Da Luz yang berhasil meramalkan 80.000 kasus lewat penglihatan mimpinya. Tapi bedanya, fenomena ini bukan hanya terbatas pada kemampuan khusus seperti yang dimiliki oleh paranormal. Ini bisa dirasakan oleh siapa saja, termasuk kita yang orang biasa.
Sampai sekarang ini Precognitive Dream masih belum bisa dijelaskan dari sisi sains. Masih banyak pertanyaan yang belum bisa terjawab tentang fenomena yang satu ini.
Seorang psikolog dan peneliti mimpi yang bernama Robert Waggoner mengatakan bahwa Precognitive Dream mengabaikan status, jabatan, budaya dan juga agama. Karena itu, siapa saja di dunia ini, selama ia adalah manusia dan masih hidup pasti bisa mengalaminya. Yang berbeda hanyalah intensitas pengalaman tersebut.
Siapa yang biasa mengalaminya ? Hasil uji scan terhadap otak menunjukkan bahwa manisfestasi precognition berasal dari bagian otak yang mengontrol emosi. Pada individu yang memiliki emosi yang lebih terkendali, akurasi precognition juga menjadi lebih tinggi.
Studi terbaru juga menunjukkan bahwa individu yang kreatif menunjukkan akurasi yang lebih tinggi atas uji precognitive.
Lalu, pada artikel berjudul "Time : Exploring the Unexplained", penelitian menunjukkan bahwa mereka yang secara aktif dan teratur mengikuti disiplin mental seperti yoga dan meditasi juga memiliki tingkat akurasi precognitive yang tinggi.
Dari hasil studi ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pemimpi precognitive jelas bukan orang gila atau orang aneh, melainkan orang yang memiliki emosi yang terkendali dan kreatif.
Mendengar ini, mungkin kalian akan menjadi sedikit bangga menjadi seorang precog dreamer.
Kategori Precognitive Dream Menurut para peneliti yang sebagian besar adalah psikolog, tidak semua mimpi yang menjadi kenyataan dapat disebut sebagai Precognitive. Untuk memenuhi syarat sebagai Precognitive, maka mimpi yang menjadi kenyataan itu tidak boleh memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu :
1. Menjadi nyata karena probabilitas.
Contohnya, kita membaca berita bahwa 3 hari lagi akan diadakan demo besar-besaran. Lalu malamnya, kita bermimpi mengenai demo tersebut dan kita melihat terjadinya aksi lempar-lemparan batu antara pendemo dengan polisi.
3 Hari kemudian, memang ada demo besar-besaran dan terjadi aksi lempar-lemparan batu. Mimpi kita menjadi kenyataan, namun tidak bisa disebut Precognitive karena probabilitas terjadinya aksi anarki pada demo sangat tinggi.
2. Sang pemimpi sudah mengetahui mengenai kejadian tersebut.
Syarat ini memiliki contoh sama seperti di atas. Kita telah mengetahui akan terjadi demo sebelumnya. Karena itu, ketika kita memimpikannya, kita tidak bisa menyebutnya sebagai precognitive.
3. Self Fulfilling Prophecy.
Self Fulfilling Prophecy (Ramalan yang dipenuhi sendiri) adalah sebuah prediksi yang secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkannya menjadi kenyataan.
Misalnya, ada sebuah ramalan palsu yang diberitakan. Namun ketika ia dideklarasikan sebagai ramalan sejati, maka deklarasi ini mungkin akan mempengaruhi orang-orang untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Contoh paling sederhana adalah rumor.
Misalnya, di masyarakat beredar sebuah rumor bahwa bank enigmus (misalnya) mengalami kesulitan likuiditas dan mungkin akan ditutup oleh pemerintah. Padahal kenyataannya bank enigmus sama sekali tidak mengalami kesulitan keuangan apapun. Rumor itu dihembuskan oleh para pesaingnya untuk menjatuhkan reputasi bank tersebut. Lalu para nasabah yang jumlahnya banyak menjadi khawatir dengan rumor tersebut dan segera berbondong-bondong ke bank untuk menarik simpanan mereka.
Tebak, apa yang terjadi selanjutnya?. Bank enigmus yang awalnya baik-baik saja tiba-tiba mengalami kolaps karena penarikan dana secara besar-besaran. Bank enigmus pun dilikuidasi (atau di bail out) oleh pemerintah. Dan nasabah pun akan berkata,"Ternyata rumor tersebut benar !"
Inilah Self Fulfilling Prophecy.
Jadi, jika kalian memimpikan sebuah peristiwa dan turut serta dalam menjadikannya kenyataan, maka jelas itu bukan Precognitive.
4. Pengaruh telepati Sigmund Freud, bapa psikoanalisa pernah mempelajari hubungan antara mimpi dan pikiran bawah sadar. Ia pernah berkata "Adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan,bahwa tidur merupakan kondisi yang sangat baik untuk telepati."
Percaya atau tidak, pernyataan ini terbukti dari banyak eksperimen. Salah satunya adalah eksperimen yang dilakukan oleh psikiater Italia bernama GC Ermacora dimana Ia berhasil memberikan pesan kepada seseorang yang sedang tertidur dan bermimpi.
Jadi, dengan kata lain, mimpi seseorang bisa dipengaruhi oleh telepati. Tentu saja, jika mimpi yang dialami berasal dari pengaruh telepati, maka mimpi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai Precognitive.
Macam-macam teori Precognitive Precognitive Dream adalah sebuah fenomena yang belum bisa dijelaskan oleh sains secara sempurna. Walaupun begitu, ketertarikan akan subyek ini telah bermula sejak masa Aristoteles. Pada masa yang lebih modern sekarang ini, beberapa teori sains lahir untuk menjelaskan, atau paling tidak, memberikan sedikit gambaran mengenai fenomena ini. Ini diantara teori-teori tersebut yang saya anggap cukup menarik.
Teori Frekuensi
Sebelum terjadi gempa, hewan-hewan akan berlarian keluar. Para ilmuwan percaya bahwa pergeseran lempeng bumi telah menciptakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh otak. Bumi, dalam kondisi normal memiliki frekuensi sekitar 7,83 hertz. Seseorang (atau hewan) yang selaras dengan frekuensi tersebut dapat merasakan perubahan itu, karena itu mereka berlarian keluar.
Berdasarkan argumen ini, lahirlah teori frekuensi. Menurut teori ini, selama bermimpi, pikiran bawah sadar kita mulai terbebas dari belenggu pikiran sadar dan mulai dapat mengontrol bagian otak yang mengatur intuisi dan emosi. Dan hasilnya adalah "tune in" dengan frekuensi yang lain yang menyebabkan terjadinya Precognitive Dream.
Masalahnya dengan teori ini adalah, apakah "waktu masa depan" memiliki frekuensinya sendiri ?
Sains tidak bisa menjawab ini.
Law of Large Numbers Teori ini diajukan oleh seorang skeptis bernama Robert Todd Carroll, penulis buku "The Skeptic's Dictionary". Ia mengatakannya sebagai berikut :
Bias Memori
Artinya, Memori kita hanya akan mengingat mimpi yang menjadi kenyataan dan melupakan mimpi yang tidak menjadi kenyataan.
Ketika sebuah peristiwa terjadi, otomatis, sang pemimpi hanya mengingat mimpinya yang akurat dan ia akan berkata,"Aku sudah pernah memimpikannya!" Tapi ketika mimpi itu tidak menjadi kenyataan, ia akan segera melupakan mimpi tersebut.
Teori ini mungkin ada benarnya juga. Dalam salah satu eksperimen, subyek diminta untuk menulis mimpi mereka dalam sebuah buku catatan. Hal ini dilakukan untuk mencegah memori selektif bekerja. Setelah dibandingkan dengan peristiwa nyata, mimpi yang tercatat tersebut sepertinya kehilangan akurasinya.
Kesimpulannya,banyak sekali mimpi yang kita alami. Ada yang tidak akurat dan ada sebagiannya yang akurat. Semuanya hanyalah kebetulan semata.
Mengapa precognitive dream terjadi ? Sekali lagi, para peneliti tidak memiliki jawaban yang pasti. Mereka hanya mengatakan, Mungkin mimpi itu terjadi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan hidup manusia. Dengan suatu cara, mereka diingatkan akan bahaya yang akan datang. Banyak kesaksian yang menyebutkan adanya perubahan jadwal perjalanan tiba-tiba yang menyelamatkan seseorang dari bencana. (ingat film Final Destination?)
Lalu, kalian mungkin akan berkata,"Ya, itu mimpi yang berkaitan dengan diri kita sendiri. Bagaimana dengan mimpi yang berkaitan dengan orang lain ? Bagaimana jika saya memimpikan mengenai kecelakaan yang akan dialami oleh sahabat saya ?"
Precognitive Dream – kesimpulan akhir.
Kita bukan sebuah robot yang terdiri dari mesin-mesin mekanis. Kita adalah manusia yang terdiri dari darah, daging dan roh. Karena itu, manusia disebut juga makhluk spiritual.Siapa yang bisa mengambil roh manusia dan menelitinya di bawah mikroskop ?
Sebagai makhluk spiritual, adalah hal yang wajar jika kita mengalami beberapa pengalaman spiritual. Jika kita bisa memahami ini dan menerimanya apa adanya, maka mungkin kita bisa menjadi lebih tenang dan bahagia.
Semoga bermanfaat.
Mimpi ini memiliki sifat meramalkan,seperti halnya Jucelino Nobrega Da Luz yang berhasil meramalkan 80.000 kasus lewat penglihatan mimpinya. Tapi bedanya, fenomena ini bukan hanya terbatas pada kemampuan khusus seperti yang dimiliki oleh paranormal. Ini bisa dirasakan oleh siapa saja, termasuk kita yang orang biasa.
Sampai sekarang ini Precognitive Dream masih belum bisa dijelaskan dari sisi sains. Masih banyak pertanyaan yang belum bisa terjawab tentang fenomena yang satu ini.
Seorang psikolog dan peneliti mimpi yang bernama Robert Waggoner mengatakan bahwa Precognitive Dream mengabaikan status, jabatan, budaya dan juga agama. Karena itu, siapa saja di dunia ini, selama ia adalah manusia dan masih hidup pasti bisa mengalaminya. Yang berbeda hanyalah intensitas pengalaman tersebut.
Siapa yang biasa mengalaminya ? Hasil uji scan terhadap otak menunjukkan bahwa manisfestasi precognition berasal dari bagian otak yang mengontrol emosi. Pada individu yang memiliki emosi yang lebih terkendali, akurasi precognition juga menjadi lebih tinggi.
Studi terbaru juga menunjukkan bahwa individu yang kreatif menunjukkan akurasi yang lebih tinggi atas uji precognitive.
Lalu, pada artikel berjudul "Time : Exploring the Unexplained", penelitian menunjukkan bahwa mereka yang secara aktif dan teratur mengikuti disiplin mental seperti yoga dan meditasi juga memiliki tingkat akurasi precognitive yang tinggi.
Dari hasil studi ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pemimpi precognitive jelas bukan orang gila atau orang aneh, melainkan orang yang memiliki emosi yang terkendali dan kreatif.
Mendengar ini, mungkin kalian akan menjadi sedikit bangga menjadi seorang precog dreamer.
Kategori Precognitive Dream Menurut para peneliti yang sebagian besar adalah psikolog, tidak semua mimpi yang menjadi kenyataan dapat disebut sebagai Precognitive. Untuk memenuhi syarat sebagai Precognitive, maka mimpi yang menjadi kenyataan itu tidak boleh memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu :
- Menjadi nyata karena probabilitas
- Sang pemimpi sudah mengetahui peristiwa tersebut akan terjadi.
- Self fulfilling prophecy
- Pengaruh Telepati
1. Menjadi nyata karena probabilitas.
Contohnya, kita membaca berita bahwa 3 hari lagi akan diadakan demo besar-besaran. Lalu malamnya, kita bermimpi mengenai demo tersebut dan kita melihat terjadinya aksi lempar-lemparan batu antara pendemo dengan polisi.
3 Hari kemudian, memang ada demo besar-besaran dan terjadi aksi lempar-lemparan batu. Mimpi kita menjadi kenyataan, namun tidak bisa disebut Precognitive karena probabilitas terjadinya aksi anarki pada demo sangat tinggi.
2. Sang pemimpi sudah mengetahui mengenai kejadian tersebut.
Syarat ini memiliki contoh sama seperti di atas. Kita telah mengetahui akan terjadi demo sebelumnya. Karena itu, ketika kita memimpikannya, kita tidak bisa menyebutnya sebagai precognitive.
3. Self Fulfilling Prophecy.
Self Fulfilling Prophecy (Ramalan yang dipenuhi sendiri) adalah sebuah prediksi yang secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkannya menjadi kenyataan.
Misalnya, ada sebuah ramalan palsu yang diberitakan. Namun ketika ia dideklarasikan sebagai ramalan sejati, maka deklarasi ini mungkin akan mempengaruhi orang-orang untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Contoh paling sederhana adalah rumor.
Misalnya, di masyarakat beredar sebuah rumor bahwa bank enigmus (misalnya) mengalami kesulitan likuiditas dan mungkin akan ditutup oleh pemerintah. Padahal kenyataannya bank enigmus sama sekali tidak mengalami kesulitan keuangan apapun. Rumor itu dihembuskan oleh para pesaingnya untuk menjatuhkan reputasi bank tersebut. Lalu para nasabah yang jumlahnya banyak menjadi khawatir dengan rumor tersebut dan segera berbondong-bondong ke bank untuk menarik simpanan mereka.
Tebak, apa yang terjadi selanjutnya?. Bank enigmus yang awalnya baik-baik saja tiba-tiba mengalami kolaps karena penarikan dana secara besar-besaran. Bank enigmus pun dilikuidasi (atau di bail out) oleh pemerintah. Dan nasabah pun akan berkata,"Ternyata rumor tersebut benar !"
Inilah Self Fulfilling Prophecy.
Jadi, jika kalian memimpikan sebuah peristiwa dan turut serta dalam menjadikannya kenyataan, maka jelas itu bukan Precognitive.
4. Pengaruh telepati Sigmund Freud, bapa psikoanalisa pernah mempelajari hubungan antara mimpi dan pikiran bawah sadar. Ia pernah berkata "Adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan,bahwa tidur merupakan kondisi yang sangat baik untuk telepati."
Percaya atau tidak, pernyataan ini terbukti dari banyak eksperimen. Salah satunya adalah eksperimen yang dilakukan oleh psikiater Italia bernama GC Ermacora dimana Ia berhasil memberikan pesan kepada seseorang yang sedang tertidur dan bermimpi.
Jadi, dengan kata lain, mimpi seseorang bisa dipengaruhi oleh telepati. Tentu saja, jika mimpi yang dialami berasal dari pengaruh telepati, maka mimpi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai Precognitive.
Macam-macam teori Precognitive Precognitive Dream adalah sebuah fenomena yang belum bisa dijelaskan oleh sains secara sempurna. Walaupun begitu, ketertarikan akan subyek ini telah bermula sejak masa Aristoteles. Pada masa yang lebih modern sekarang ini, beberapa teori sains lahir untuk menjelaskan, atau paling tidak, memberikan sedikit gambaran mengenai fenomena ini. Ini diantara teori-teori tersebut yang saya anggap cukup menarik.
Teori Frekuensi
Sebelum terjadi gempa, hewan-hewan akan berlarian keluar. Para ilmuwan percaya bahwa pergeseran lempeng bumi telah menciptakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh otak. Bumi, dalam kondisi normal memiliki frekuensi sekitar 7,83 hertz. Seseorang (atau hewan) yang selaras dengan frekuensi tersebut dapat merasakan perubahan itu, karena itu mereka berlarian keluar.
Berdasarkan argumen ini, lahirlah teori frekuensi. Menurut teori ini, selama bermimpi, pikiran bawah sadar kita mulai terbebas dari belenggu pikiran sadar dan mulai dapat mengontrol bagian otak yang mengatur intuisi dan emosi. Dan hasilnya adalah "tune in" dengan frekuensi yang lain yang menyebabkan terjadinya Precognitive Dream.
Masalahnya dengan teori ini adalah, apakah "waktu masa depan" memiliki frekuensinya sendiri ?
Sains tidak bisa menjawab ini.
Law of Large Numbers Teori ini diajukan oleh seorang skeptis bernama Robert Todd Carroll, penulis buku "The Skeptic's Dictionary". Ia mengatakannya sebagai berikut :
"Katakanlah, kemungkinannya adalah satu juta banding satu ketika seorang individu memimpikan sebuah pesawat jatuh dan keesokan harinya sebuah pesawat benar-benar jatuh. Dengan adanya 6 milyar manusia yang memiliki sekitar 250 tema mimpi yang berbeda setiap malam, maka pastilah akan ada sekitar 1,5 juta manusia dalam sehari yang memiliki mimpi yang sepertinya bersifat meramalkan."Bagi Robert, precognitive dream hanyalah sebuah kebetulan atau sebuah probabilitas yang muncul karena hukum statistik. Teori ini, sejalan dengan argumen lain yang menyebutkan bahwa keberhasilan precognitive dream sebenarnya terjadi karena bias memori.
Bias Memori
Artinya, Memori kita hanya akan mengingat mimpi yang menjadi kenyataan dan melupakan mimpi yang tidak menjadi kenyataan.
Ketika sebuah peristiwa terjadi, otomatis, sang pemimpi hanya mengingat mimpinya yang akurat dan ia akan berkata,"Aku sudah pernah memimpikannya!" Tapi ketika mimpi itu tidak menjadi kenyataan, ia akan segera melupakan mimpi tersebut.
Teori ini mungkin ada benarnya juga. Dalam salah satu eksperimen, subyek diminta untuk menulis mimpi mereka dalam sebuah buku catatan. Hal ini dilakukan untuk mencegah memori selektif bekerja. Setelah dibandingkan dengan peristiwa nyata, mimpi yang tercatat tersebut sepertinya kehilangan akurasinya.
Kesimpulannya,banyak sekali mimpi yang kita alami. Ada yang tidak akurat dan ada sebagiannya yang akurat. Semuanya hanyalah kebetulan semata.
Mengapa precognitive dream terjadi ? Sekali lagi, para peneliti tidak memiliki jawaban yang pasti. Mereka hanya mengatakan, Mungkin mimpi itu terjadi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan hidup manusia. Dengan suatu cara, mereka diingatkan akan bahaya yang akan datang. Banyak kesaksian yang menyebutkan adanya perubahan jadwal perjalanan tiba-tiba yang menyelamatkan seseorang dari bencana. (ingat film Final Destination?)
Lalu, kalian mungkin akan berkata,"Ya, itu mimpi yang berkaitan dengan diri kita sendiri. Bagaimana dengan mimpi yang berkaitan dengan orang lain ? Bagaimana jika saya memimpikan mengenai kecelakaan yang akan dialami oleh sahabat saya ?"
Precognitive Dream – kesimpulan akhir.
Kita bukan sebuah robot yang terdiri dari mesin-mesin mekanis. Kita adalah manusia yang terdiri dari darah, daging dan roh. Karena itu, manusia disebut juga makhluk spiritual.Siapa yang bisa mengambil roh manusia dan menelitinya di bawah mikroskop ?
Sebagai makhluk spiritual, adalah hal yang wajar jika kita mengalami beberapa pengalaman spiritual. Jika kita bisa memahami ini dan menerimanya apa adanya, maka mungkin kita bisa menjadi lebih tenang dan bahagia.
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar